Berakhir :NATO dadakan Beri Sinyal Perang Rusia dan Ukraina

Berakhir :NATO dadakan Beri Sinyal Perang Rusia dan Ukraina

Foto:Seorang Prajurit Ukraina Menggendong seorang anak sambil membantu orang-orang menyeberangi jembatan yang hancur Saat Mereka Mengevakuasi DiKota Irpin--

DISWAYPROBOLINGGO.ID.Amerika Serikat.Sabtu 07 Desember 2024.Dengan Perseteruan Rusia Ukraina Semangkin Memanas Sehingga,Negara-negara yang tergabung dalam aliansi Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Mendiskusikan Kemungkinan Langkah Gencatan Senjata Antara Rusia dan Ukraina, Rabu 04 Desember 2024.

BACA JUGA:Akhiri Perang : Rusia Bersedia dengan Ukraina, Ini 3 Syaratnya

BACA JUGA:Dalang IHSG Ambruk : Selalu Keki Dalam Negeri

Di mana, terjadi saat kelompok itu masih terus memberikan dukungan pada Kyiv tatkala pasukan Moskow masih terus menyerang.

Dalam laporan Bloomberg yang dikutip Russia Today (RT), aliansi yang dipatroni secara de facto oleh Amerika Serikat (AS) itu dilaporkan mulai bergeser dari upaya untuk mendorong kemenangan militer melawan Rusia ke upaya untuk membantu Kyiv mencapai posisi terbaik guna menegosiasikan gencatan senjata.

"Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menunjukkan keinginan untuk membahas gencatan senjata, dan dengan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan menjabat kurang dari dua bulan lagi, sekutu NATO Kyiv berusaha untuk menguatkan diri saat moral mulai memudar," tulis Bloomberg.

BACA JUGA:Benar Kejahatan Perang di Gaza :Pensiunan Menhan Israel Sebut Netanyahu

BACA JUGA:Mundur : Miftah Maulana dari Utusan Khusus Presiden Prabowo

Seorang sumber anonim mengatakan bahwa rencana apapun masih bersifat pribadi dan belum lengkap. Mereka juga dilaporkan mulai mencari cara-cara berbeda untuk mengakhiri konflik, termasuk membahas jaminan keamanan mana yang dapat melindungi Ukraina tanpa membuat Putin marah.

 

"Diskusi-diskusi tersebut muncul di tengah pengakuan bahwa situasi di Ukraina tidak berkelanjutan dan negosiasi harus segera dimulai," tambah laporan itu.

"Salah satu ide yang dilontarkan adalah menciptakan zona demiliterisasi, dengan pasukan Eropa bertanggung jawab atas keamanannya."

Pernyataan ini sendiri timbul saat Rusia masih terus bergerak maju di medan perang di Donbass dengan kecepatan yang belum pernah terlihat sejak tahun 2022.

BACA JUGA:Perdagangan Makin Kurang :Daya Beli Masyarakat Turun, Pasar Disebut Makin Sepi

BACA JUGA:Tak Boleh Dikendalikan AI:Biden-Xi Jinping Sepakat,Senjata Nuklir

Moskow juga masih terus merebut kembali wilayah dari pasukan Ukraina yang bercokol di Wilayah Kursk Rusia.

Sementara itu, pernyataan serupa juga pernah disampaikan Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock. Baerbock menyatakan bahwa Berlin terbuka terhadap gagasan untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina, jika ada prospek gencatan senjata yang nyata.

"Pihak Jerman akan mendukung segala hal yang mendukung perdamaian di masa mendatang," katanya.

Jerman sendiri merupakan anggota NATO kedua terbesar dari segi pembelanjaan militer, yang mencapai US$ 97,7 miliar atau setara Rp 1.549 triliun pada 2024. Negeri Rhein ini juga merupakan salah satu penyokong Kyiv paling kuat dalam perang melawan Rusia di wilayah Donbass dan Krimea.

BACA JUGA:STOP : Rusia ,Pasokan Gas ke Austria

BACA JUGA:Gencatan Senjata Gaza :AS Veto Resolusi PBB , Hamas Bilang

Pernyataan Baerbock pun kemudian memicu spekulasi luas tentang bagaimana tepatnya pengerahan semacam itu dapat terwujud. Hal ini pun membuat Kanselir Jerman Olaf Scholz bereaksi di depan Parlemen Jerman, dengan memperingatkan agar tidak menarik kesimpulan apa pun dari pernyataan Baerbock.

"Dia ditanya apa yang mungkin terjadi dalam fase perdamaian, dan sebenarnya baerbock mencoba menjawabnya tanpa mengatakan ya atau tidak.

Karena sangat tidak tepat untuk berspekulasi sekarang tentang apa yang akan terjadi nanti jika terjadi gencatan senjata yang dinegosiasikan,"Ujarnya Scholz kepada parlemen.

BACA JUGA:Doktrin Nuklir Rusia Terbaru: Putin Patenkan, Ancaman Nyata bagi Barat dan Sekutunya

BACA JUGA:Sekutu NATO Gelisah Berat:Kanselir Jerman Mendadak Telepon Putin

Scholz kemudian mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan ke Ukraina sebelum gencatan senjata abadi antara Moskow dan Kyiv ditetapkan.

"Kami sepakat dengan menteri pertahanan dan menteri luar negeri bahwa kami harus melakukan segalanya untuk memastikan bahwa perang ini tidak menjadi perang antara Rusia dan NATO. Dan itulah mengapa mengirim pasukan darat tidak mungkin bagi saya dalam situasi perang ini,"Tegasnya.

Sumber: