Paman Sam Buat Was Was Dunia: Rupiah Di Pepet , Dolar Terbang ke Rp 16.000
Ilustrasi Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS--
DISWAYPROBOLINGGO.ID.Jakarta,Senin 16 Desember 2024.Akhirnya Was Was Terjadi Di Mana,Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambruk menjelang akhir 2024 ini.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah terdepresiasi sebesar 0,13% ke angka Rp16.010/US$ pada 16 Desember 2024 pukul 10:50 WIB. Level ini merupakan yang terlemah sejak 7 Agustus 2024.
BACA JUGA:GUBERNUR BI BUKA SUAR : Dolar AS Semangkin Kencang,Ada Dalangnya
BACA JUGA:Serangan Militer:Trump Pertimbangkan Tujuannya ke Iran
Dalam Hal ini,indeks dolar AS (DXY) tergelincir sebesar 0,12% ke angka 106,88.
Ambruknya rupiah ini bukan tanpa alasan. Salah satu alasan utamanya yakni data dari AS yang tampak mengalami penguatan dan berujung pada DXY yang kian mengalami apresiasi.
BACA JUGA:Karena Drama Darurat Militer : Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditetapkan Tersangka
BACA JUGA:Peluang PD 3 : Semakin Terbuka,Dunia Krisis Berat,Donald Trump Buka Suara
1. IHP AS Naik di Atas Ekspektasi
Minggu Yang Lalu, Indeks Harga Produsen (IHP) Negeri Paman Sam untk periode November 2024 justru lebih panas dari Indeks Harga Saham (IHK) dan lebih tinggi dari prediksi pasar Kemarin. IHP AS pada bulan lalu tercatat tumbuh mencapai 3% pada November lalu secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari Oktober lalu yang tumbuh 2,6%. Angka ini juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,6%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHP Negeri Paman Sam tumbuh mencapai 0,4%, lebih tinggi dari Oktober lalu sebesar 0,3% dan juga lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 0,2%.
BACA JUGA:Powell Berdoa Untuk Harapan :Wall Street Turun, Pemangkasan Suku Bunga pada Desember
BACA JUGA:POSISI Rp15.782 : Rupiah Loyo Total
Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail menyampaikan bahwa IHP AS yang lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar membuat rupiah tertekan.
Untuk Informasinya, IHP sangat dipantau oleh para ekonom dan investor karena mengukur tingkat inflasi dari perspektif produsen dengan melacak perubahan harga barang yang dijual oleh produsen. Indikator ini dianggap sebagai petunjuk awal inflasi harga konsumen, yang menyumbang sebagian besar dari total inflasi.
Kenaikan IHP menunjukkan bahwa produsen sedang menghadapi biaya yang lebih tinggi, yang mungkin akan diteruskan ke konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan inflasi konsumen, yang sering kali diikuti dengan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga umumnya akan memperkuat USD karena menarik investor asing yang mencari imbal hasil lebih tinggi dari investasi mereka.
Yang Mana Intinya, data IHP terbaru dengan angka yang lebih tinggi dari perkiraan mengarah pada tren bullish untuk USD. Ini juga menegaskan potensi peningkatan inflasi, yang dapat lebih memperkuat dolar hijau dalam waktu dekat.
2. UST Tenor 10 Tahun Melonjak
Imbal hasil UST tenor 10 tahun juga memberikan tekanan tersendiri bagi pasar keuangan domestik.
Terpantau bahwa imbal hasil UST tenor 10 tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 4,153% pada 6 Desember 2024 menjadi 4,399% pada 13 Desember 2024 atau naik hampir 25 basis poin (bps). Maka dari itu, investor cenderung akan tertarik masuk ke surat utang di AS mengingat imbal hasilnya yang cukup tinggi.
Ahmad juga menegaskan bahwa naiknya yield UST menjadi penekan rupiah belakangan ini.
BACA JUGA:Market Cap IHSG Ambruk Rp800 T : Sebab Asing Kabur
BACA JUGA:RUNTUH: Rupiah Tembus Rp 16 Ribu Sebab Ini
3. Arah Suku Bunga The Fed
Arah pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) tampak tidak seagresif yang diperkirakan di awal.
Pada pertemuan FOMC September lalu, pejabat The Fed banyak yang memperkirakan pemangkasan suku bunga tahun depan cukup agresif. Tiga orang memperkirakan suku bunga The Fed menjadi 3,25-3,50%, tiga orang lainnya berekspektasi suku bunga The Fed menjadi 3,50-3,75%, dan tiga orang lainnya berekspektasi suku bunga The Fed menjadi 4,00-4,25%.
Yang Mana,berjalannya waktu, ekspektasi tersebut kian memudar menjadi hanya sekitar 50 basis poin (bps) di 2025.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto mengatakan bahwa pasar sudah tidak terlalu melihat pergerakan untuk Desember, melainkan untuk 2025 mendatang.
"Di 2025 kemungkinan FFR hanya turun 2 atau 3 kali, disebabkan oleh kondisi ekonomi AS yang masih akan tetap kuat, sehingga inflasi AS masih tetap tinggi," papar Rully.
Berdasarkan survei CME FedWatch Tool, pemangkasan pertama sebesar 25 bps kemungkinan akan terjadi pada Maret 2025 dan pemangkasan kedua sebesar 25 bps terjadi pada September 2025.
Sementara Ekonom Senior Bank Central Asia, Barra Kukuh Mamia menyatakan bahwa kondisi rupiah yang melemah terjadi di tengah banyaknya repositioning.
"Ini banyak repositioning ya, ahead of FOMC & other central banks meeting. Plus profit taking akhir tahun. Plus pengumuman PPN12%," Tutup Barra.
Sumber: