SEPERTI PUZZLE:Efek Tersusun Perang Iran-Israel Untuk Perekonomian RI

Rabu 17-04-2024,08:36 WIB
Reporter : KANS HABSHI
Editor : KANS HABSHI

"Ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan sangat tertekan, lalu pengangguran dan kemiskinan akan meningkat, yang kemudian semakin menekan konsumsi dan semakin menjatuhkan performa pertumbuhan ekonomi nasional," jelas Ronny.

Di sisi lain, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho belum melihat serangan yang dilancarkan Iran terhadap Israel bakal berdampak besar, apalagi sampai ke peningkatan harga minyak. Pasalnya, serangan tersebut belum tentu dibalas oleh Israel.

Andry menjelaskan Iran memang pengekspor minyak, tetapi tidak ada minyak yang dijual ke Indonesia. Data melaporkan Indonesia banyak mengimpor minyak dari Arab Saudi. Hal inilah yang patut diwaspadai.

"Jadi yang patut kita waspadai itu adalah minyak mentahnya sendiri, dari Arab Saudi, LPG (dari) Qatar. Kenapa? Karena wilayah ini terhubung satu dengan yang lain dengan Selat Hormuz. Selat Hormuz ini merepresentasikan seperlima dari global oil supply. Dan tentunya eskalasi itu tidak hanya berhenti di sini saja," jelas dia.

"Artinya, kalau misalnya Israel menyerang Iran, yang terganggu itu (pertama) di selat ini, yang kedua adalah di Red Sea, di Laut Merah," sambungnya.

Dalam  konflik di Laut Merah sebenarnya sudah bergejolak sejak Februari silam, di mana milisi dari Iran mengganggu kapal barang negara-negara G7 dan aliansi Israel untuk masuk ke Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mediterania serta Laut Merah.

Menurut Andry, jika eskalasi ini semakin besar, Laut Merah akan menjadi kawasan yang akan berkonflik. Andry Menyimpulkan setidaknya ada beberapa hal yang bisa berdampak pada ekonomi Indonesia.

Pertama, harga minyak. Kedua, disrupsi pasokan minyak. Ketiga, perdagangan global yang tentu akan mempengaruhi perdagangan dalam negeri. Pasalnya, beberapa kargo akan tertahan hingga tak bisa masuk ke Laut Merah.

"Otomatis biaya pengiriman itu pasti akan semakin meningkat. Itu juga akan menjadi biaya bagi perdagangan secara keseluruhan," jelas dia.

"Jadi harga minyak tadi akan naik, terus habis itu kita melihat bahwa pasokan minyak itu misalnya dari Arab Saudi sulit untuk keluar, itu jadi double kenaikannya, ditambah untuk ngimpornya sendiri juga mahal, karena tadi ada disrupsi perdagangan," imbuhnya.

BACA JUGA:Rencana Pertemuan JK-Megawati: Gatot, Berjuang Bersama Selamatkan Negeri

BACA JUGA:Komut Pertamina Mundur: Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok

Pandangan konflik geopolitik juga berdampak pada fiskal. Menurutnya, risiko fiskal inilah yang membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani mengadakan pertemuan mendadak untuk membahas masalah ini.

"Dan saya melihat bahwa persinya dari subsidi BBM yang pertama, yang kedua adalah dana kompensasi subsidi energi ya, termasuk BBM dan juga LPG, tarif dasar listrik itu lewat dana kompensasi," jelas Andry.

Ia juga memprediksi penyaluran bantuan sosial (bansos) bakal meningkat jika perang terjadi. Kalau tidak, katanya, daya beli masyarakat tentu akan menurun imbas harga yang serba naik. Sementara inflasi kini juga cukup tinggi. Hal ini, menurutnya, akan diantisipasi melalui bansos.

Sektor industri juga bakal terpukul jika perang pecah. Andry menjelaskan jika harga BBM naik, inflasi ikut meningkat yang akan menggerus daya beli. Dalam hal ini, industri juga akan kehilangan pasar, membuat mereka kesulitan untuk menjual. Tentu ini juga dapat membuat harga impor bahan baku dan juga barang modal semakin mahal.

Kategori :