Kecemasan Guru Besar: Universitas Brawijaya, Keadaan Negara

Rabu 07-02-2024,22:29 WIB
Reporter : KANS HABSHI
Editor : KANS HABSHI

DISWAYPROBOLINGGO .Jakarta,Rabu 07 Februari 2024.Dengan Terjadi Dinamika Politik Sekarang ini Perguruan Tinggi baik Negeri Atau Swasta Melakukan Teguran Kepada Pemerintahan.Ketua Komisi B Dewan Profesor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Rachmad Safa`at, SH., M.Si, menyebut adanya potensi kekacauan di Indonesia, apabila pasangan calon (paslon) Presiden dan Wapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, menang dalam Pemilu Pilpres 2024 nanti. 

BACA JUGA:Setelah Debat, Hasil Polling ILC 3 Pasangan Capres Mengejutkan
BACA JUGA:Pencegahan Korupsi Di Acara Paku Integritas, Prabowo Akan Meningkatkan Gaji Para Penjabat Dan Penyelenggara

Hal tersebut disampaikannya usai Dewan Profesor UB menggelar aksi Pernyataan Sikap, mengenai situasi penegakan hukum dan demokrasi Indonesia, Selasa 06 Februari 2024.

Prof. Rachmad mengklaim bahwa potensi kekacauan semakin besar, terutama jika kandidat Paslon Nomor 2, Prabowo-Gibran kelak memenangkan pemilu. 

Dia menyebut beberapa hal yang mendasari, seperti persyaratan menjadi wakil presiden yang seharusnya tidak memenuhi syarat. 

BACA JUGA:Dag Dig Dug Prabowo Akui Jelang Debat Terakhir

BACA JUGA:Menko Polhukam: Ada Waktunya,Saya Mengundurkan Diri

Serta mencatat dugaan pelanggaran etika politik dalam pencalonan Gibran, yang dianggapnya sebagai langkah yang bertentangan dengan konstitusi.

A papun yang terjadi kalau sampai kondisi seperti dalam pemilu ini dibiarkan terus, apalagi yang jadi Prabowo Gibran, chaos Negara,”Ujarnya.

P rof. Rachmad menyoroti penunjukan Gibran yang tidak memenuhi syarat konstitusional, yang menentukan usia minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman menjadi Gubernur.

D alam pernyataannya, Prof. Rachmad mengecam upaya Jokowi yang diduga mendorong MK untuk menyetujui pencalonan tersebut, mencarikan cara apapun agar Gibran bisa menjadi calon presiden.

Dalam konteks ini, Prof. Rachmad juga mencatat terdapat beberapa aspek utama yang mendasari dilakukannya Pernyataan Sikap civitas akademika UB, melalui Dewan Profesor saat ini. 

P ertama, Prof Rachmad menyoroti sistem politik ekonomi oligarki yang telah berkembang selama lima tahun terakhir, di masa kepemimpinan Jokowi. 

Menurutnya, pemerintah telah membangun elit oligarki yang hanya melibatkan sejumlah orang dalam pengambilan keputusan dan penguasaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia.

“Elit oligarki ini tidak lebih dari 100 orang yang mereka menguasai 60 persen kekayaan Indonesia, bahkan lebih. Selebihnya, yakni 30 persen itu baru dibagikan ke rakyat Indonesia. Kita bisa bayangkan banyak rakyat Indonesia yang tidak punya akses dalam mengelola SDA,” Tegasnya Prof Rachmad, Selasa 06 Februari 2024.

BACA JUGA:MAHFUD MD: Recehan Tidak Layak Di Jawab

BACA JUGA:Pj Bupati Bekasi :Diduga Langgar Netralitas
Kemudian, Prof. Rachmad juga menyebutkan peningkatan tingkat korupsi di Indonesia, mencatat bahwa negara ini dinilai oleh beberapa pihak sebagai salah satu yang paling korup di dunia. 

“Temuan Mahfud MD yang Rp 349 triliun itu juga tidak ditindaklanjuti. Siapa yang menghabiskan uang sebanyak itu? Kalau digunakan untuk mensejahterakan rakyat sudah banyak, bangun rumah sakit bisa, lebih dari cukup tidak hanya BLT saja. Tapi sampai sekarang tidak ditindaklanjuti,” Sambung nya.

Lebih lanjut, isu ketiga yang diangkat oleh Prof. Rachmad, yakni terkait dengan sistem otoritarian personal yang dianggapnya diterapkan oleh Presiden Jokowi. 

Prof Rachmad mengklaim bahwa Jokowi memegang kendali atas Mahkamah Konstitusi (MK) dan TNI/Polri. 

Menurutnya, hal ini menciptakan lingkungan yang seolah Presiden telah menggunakan kekuasaannya untuk memihak salah satu paslon.

BACA JUGA:Saat Prajurit:Prabowo Teringat Teriak Ala Suku Dayak
BACA JUGA:Jawab Isu Menteri Siap Mundur, Jokowi: Namanya Bulan Politik

Tak hanya itu, jika sistem otoritarian personal terus diterapkan, Prof. Rachmad memberikan peringatan keras bahwa demokrasi Indonesia berada di ambang krisis, meskipun saat ini tampak tenang. 

Pasalnya, dia menyatakan bahwa kekuatan TNI/Polri yang tunduk pada Presiden membuat sulit bagi siapa pun untuk menentang kebijakan pemerintah, dan situasi ini bisa menyebabkan meledaknya ketegangan dalam waktu yang tidak dapat diprediksi.

“Makanya suara-suara profesor ini harus didengarkan. Kalau gak nanti bisa kacau. Saya yakin kacau nanti setelah pemilu. Apalagi nanti kalau yang jadi Prabowo, bisa lebih kacau lagi. Persyaratan wapresnya tidak memenuhi syarat. Prabowo sendiri Berselimut beberapa persoalan, misalnya penculikan aktivis1998,” tutupnya. 




Kategori :