Diskriminasi Perdagangan Global Wajib Di Lawan!

Sabtu 06-01-2024,12:03 WIB
Reporter : KANS HABSHI
Editor : KANS HABSHI

DISWAYPROBOLINGGO ID. Jakarta, Sabtu 06 Januari 2024. Untuk Tidak Mendapatkan Diskriminasi,Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyampaikan bahwa perjuangan Indonesia untuk melawan diskriminasi perdagangan internasional sudah berada di jalur yang tepat. Bahkan, pemerintah diminta untuk terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global.

BACA JUGA:Ini Dia Tanaman Kratom, Yang Bisa Menghasilkan Uang Lebih Banyak Daripada Sawit Dan Karet

BACA JUGA:Jokowi Sampaikan Pupuk Akan Langka, Dampak Perang Rusia-Ukraina.

Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel. Produk CPO ditolak karena minyak kelapa sawit dianggap tidak ramah lingkungan. World Trade Organization (WTO) pun menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal, sehingga belum waktunya untuk menutup ekspor barang mentah.

“CPO memang tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa,” kata Faisal kepada Media Center Indonesia Maju.

BACA JUGA:Terjadi Bentrokkan Didepan Markas Kodam XIII/Merdeka Sulawesi Utara

BACA JUGA:CPO Periode 1-15 Januari 2024,TURUN Menjadi USD 746,69/Metrik Ton

“Saya rasa langkah pemerintah sudah bagus. Cuma memang ada yang perlu diperkuat, utamanya terkait trade diplomacy, untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Kalau ada tuduhan yang benar, ya kita perbaiki. Supaya dalam berargumen di arbitrase kita bisa mempertahankan kepentingan kita dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO,” tambahnya.

Peraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Queensland itu meyakini, ada kepentingan memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia.

“Motif tersembunyi dari argumen sawit yang tidak ramah lingkungan misalnya menjaga produk substitusi, seperti Eropa mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai,” ungkap Faisal.

Lebih dari itu, ada juga upaya negara-negara maju untuk mencegah Indonesia naik kelas, dengan menolak kebijakan ekspor manufaktur yang bisa memberikan nilai tambah lebih dibanding sekadar ekspor komoditas.

BACA JUGA:BASMI KORUPSI DI TAMBANG!! Rakyat Sejahtera Rp20 Juta per Bulan.

BACA JUGA:Kapolri Melantik Irjen Eddy Sumitro Koordinator Staf Ahli (Koorsahli) , Irjen Yudhiawan Jadi Kapolda Sulawesi

Faisal kemudian mencontohkan persaingan dagang antara Amerika Serikat dengan China beberapa tahun lalu. China mulai dilihat sebagai ancaman karena penetrasi industri teknologinya semakin masif. Amerika Serikat pun membebankan pajak kepada barang-barang China yang dianggap bisa mengganggu pasarnya.

Kategori :